Malang, suarajatimonline– Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) kembali menjadi sorotan di kalangan akademisi dan praktisi hukum. Salah satu topik utama yang diperbincangkan adalah pentingnya penerapan asas diferensiasi fungsional sebagai fondasi dalam pembaruan sistem peradilan pidana.
Dalam forum diskusi yang digelar baru-baru ini, para pakar hukum menyoroti bahwa diferensiasi fungsional—yakni pemisahan peran secara tegas antara penyidik, penuntut umum, dan hakim—sangat penting untuk menjamin proses hukum yang objektif dan adil.
Menurut para narasumber, penyempurnaan KUHAP bukan hanya soal perubahan redaksional, tapi juga mencerminkan kebutuhan akan sistem hukum yang lebih profesional dan akuntabel. Mereka menilai bahwa saat ini masih ada tumpang tindih kewenangan antar institusi penegak hukum yang dapat memicu konflik kepentingan dalam praktiknya.
“Reformasi hukum acara pidana ini harus memastikan tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang. Setiap pihak—baik penyidik, penuntut, maupun hakim—harus berjalan sesuai koridor tugas masing-masing,” ujar salah satu pakar dalam forum tersebut.
Selain itu, disampaikan pula bahwa RKUHAP diharapkan mampu mengakomodasi perkembangan zaman, termasuk dalam hal digitalisasi proses hukum dan perlindungan hak tersangka dan korban secara seimbang.
Dengan disorotnya prinsip-prinsip dasar seperti diferensiasi fungsional, pembaruan KUHAP diharapkan tidak hanya memperbaiki sistem peradilan, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses hukum di Indonesia.(Red.R)
0 Comments