Breaking News

Doktor ITS Ciptakan Teknologi AI Pendeteksi Penyakit Otak Lewat MRI, Lebih Cepat dan Transparan

  


Surabaya, suarajatimonline – Di tengah tantangan diagnosa penyakit otak yang kompleks seperti Alzheimer dan tumor, seorang doktor muda dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menghadirkan terobosan inovatif berbasis kecerdasan buatan. Adalah Dr Dewinda Julianensi Rumala ST, perempuan asal Probolinggo, yang berhasil mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk mendukung diagnosis penyakit otak melalui analisis citra MRI (Magnetic Resonance Imaging).

Dalam disertasinya di Departemen Teknik Komputer ITS, Dewinda mengembangkan sistem berbasis deep-stacked ensemble learning, yang merupakan gabungan dari beberapa jaringan saraf tiruan (neural networks). Tujuannya adalah meningkatkan ketepatan dalam mendeteksi pola penyakit yang seringkali sulit teridentifikasi oleh mata manusia.

"Setiap model AI punya kekurangan, tapi ketika digabungkan, performanya bisa menjadi lebih stabil, presisi, dan adaptif terhadap variasi data medis," ungkap Dewinda.

Tak hanya berfokus pada akurasi teknis, Dewinda juga menyematkan pendekatan Explainable AI (XAI) dalam sistemnya. Melalui metode visualisasi Grad-CAM, tenaga medis dapat melihat bagian citra MRI mana yang menjadi dasar pengambilan keputusan oleh AI, sehingga diagnosis tidak hanya tepat tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan.

"Transparansi sangat penting agar tenaga medis percaya dan memahami cara kerja AI, bukan hanya hasilnya," jelas Dewinda yang juga aktif sebagai pengulas di konferensi internasional MIDL dan MICCAI.

Inovasi ini tidak hanya menjawab tantangan medis, tetapi juga mendukung beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yakni:

  • SDG 3: Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan.

  • SDG 9: Mendukung inovasi dan infrastruktur berkelanjutan.

  • SDG 10: Mengurangi kesenjangan melalui teknologi inklusif.

Model AI yang ia ciptakan dirancang agar ringan dan tidak memerlukan infrastruktur komputasi tinggi, sehingga dapat diterapkan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang terbatas, bahkan di daerah terpencil.

Pengakuan atas inovasi Dewinda pun datang dari berbagai forum internasional. Ia telah mempublikasikan hasil penelitiannya di tiga jurnal ilmiah internasional, serta lima konferensi bergengsi, termasuk Springer Q1. Ia juga meraih penghargaan Best Poster Presentation Award dalam MICCAI Workshop di Kanada, ajang paling prestisius di bidang AI untuk analisis citra medis.

Bersama dosen pembimbingnya, Prof. Dr. I Ketut Eddy Purnama ST MT, Dewinda juga mencatatkan dua paten nasional atas sistem yang ia rancang, yakni SICOSA2U dan iBrain2U, yang sama-sama berfokus pada klasifikasi penyakit otak berbasis AI.

"Penelitian ini adalah langkah awal menuju sistem AI medis yang inklusif, transparan, dan mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa. Saya berharap ke depan bisa menyempurnakan teknologi ini dengan basis data yang lebih luas," tutupnya optimis.(Red.R)

0 Comments

© Copyright 2022 - SUARA JATIM