Jakarta, suarajatimonline – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil Indonesia, resmi menyandang status pailit setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan perusahaan. Putusan MA ini menguatkan keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024 yang menyatakan Sritex pailit.
Berikut adalah fakta terkini terkait kondisi Sritex setelah putusan tersebut:
1. 15.000 Karyawan Terdampak
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto, menyebutkan bahwa sebanyak 15.000 karyawan dari empat perusahaan grup, yaitu Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, terdampak kondisi pailit ini.
"Total karyawan Grup Sritex sekitar 50 ribu orang. Dari jumlah itu, sekitar 15 ribu karyawan di empat perusahaan yang terdampak," ujar Slamet, Sabtu (21/12/2024).
Meski belum ada keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK), Slamet menyebut operasional perusahaan terganggu akibat kurangnya suplai bahan baku. Hal ini membuat sebagian karyawan tidak dapat bekerja secara optimal.
2. 3.000 Karyawan Dirumahkan
Dari total karyawan yang terdampak, sekitar 3.000 karyawan kini dirumahkan. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja di divisi pemintalan benang (spinning).
"Proses spinning terhenti karena bahan baku kapas untuk pembuatan benang semakin habis. Kondisi ini memaksa perusahaan merumahkan sekitar 3.000 karyawan," jelas Slamet.
3. Upah Dirumahkan Dibayar 25%
Karyawan yang dirumahkan hanya menerima 25% dari total gaji mereka. Sementara itu, karyawan yang masih bekerja di pabrik tetap menerima upah penuh.
"Perusahaan masih membayarkan gaji dan tunjangan yang menjadi hak karyawan. Tidak ada keterlambatan pembayaran hingga saat ini," tambah Slamet.
4. Produksi Terhenti
Sejak 2020, perusahaan mengalami kendala bahan baku akibat tidak mendapatkan izin impor selama proses kepailitan. Kondisi ini menyebabkan banyak karyawan dirumahkan dan produksi terganggu.
"Tanpa status going concern, perusahaan tidak bisa melakukan aktivitas normal seperti impor bahan baku. Kurator dan hakim pengawas belum menetapkan status tersebut hingga kini," ungkap Slamet.
Harapan Karyawan
Slamet dan para pekerja berharap status pailit ini dapat dicabut dan perusahaan kembali pada proses homologasi perdamaian. Hal ini memungkinkan aktivitas produksi berjalan kembali, karyawan tetap bekerja, dan utang kepada kreditur terbayarkan.
"Going concern harus menjadi prioritas. Ini menjaga hubungan kerja, memastikan upah dibayarkan, dan kesejahteraan karyawan tetap terjaga," tegas Slamet.
Sritex juga menyatakan akan terus berupaya mengatasi kondisi ini dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). Sementara itu, karyawan diminta untuk tetap tenang dan fokus bekerja sembari menunggu proses lebih lanjut.
Putusan ini menjadi tantangan besar bagi Sritex yang selama ini menjadi salah satu pemain utama dalam industri tekstil nasional. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, diharapkan dapat membantu menyelamatkan ribuan lapangan kerja yang terancam. (Red.D)
0 Comments