JAKARTA, suarajatimonline– Situasi di Eropa semakin menegangkan, dengan risiko Perang Dunia 3 (PD 3) yang terus mengintensifkan ketegangan global. Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, baru-baru ini mengizinkan Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh buatan Washington guna menyerang target militer di dalam wilayah Rusia. Langkah ini memicu reaksi keras dari Rusia, yang menyebutnya sebagai eskalasi ketegangan yang signifikan.
Rusia Merespons
Kremlin menyebut keputusan Biden sebagai langkah untuk terus "mengobarkan api dan memicu eskalasi ketegangan lebih lanjut." Juru bicara pemerintah Dmitry Peskov mengatakan bahwa ini menandai "spiral ketegangan baru dan situasi yang secara kualitatif baru dari sudut pandang keterlibatan AS dalam konflik." Presiden Vladimir Putin sebelumnya telah memperingatkan bahwa Moskow akan mengambil keputusan "yang tepat" jika Ukraina menyerang dengan rudal jarak jauh. Anggota parlemen Rusia, Maria Butina, juga menilai keputusan AS sebagai potensi pemicu Perang Dunia Ketiga. "Orang-orang ini, pemerintahan Biden, mencoba meningkatkan situasi secara maksimal selagi mereka masih berkuasa dan masih menjabat," ujarnya.
Reaksi China
Di sisi lain, China meminta semua pihak untuk mendinginkan situasi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyerukan penyelesaian damai atas konflik Rusia-Ukraina. "Gencatan senjata dini dan solusi politik melayani kepentingan semua pihak," katanya. China tetap menampilkan dirinya sebagai pihak yang netral dalam perang, namun tetap menjadi sekutu dekat Rusia dalam bidang politik dan ekonomi. Negara-negara anggota NATO menuduh Beijing sebagai "pendukung utama" perang. "Beijing tidak pernah menyediakan senjata mematikan bagi pihak-pihak yang berkonflik, dan sejak awal telah secara ketat mengendalikan pesawat nirawak militer dan pesawat nirawak penggunaan ganda sesuai dengan hukum dan peraturan," tambah Lin.
Persiapan Swedia dan Finlandia
Di tengah meningkatnya ketegangan, Swedia dan Finlandia, dua negara tetangga terdekat Rusia, mulai mempersiapkan warganya menghadapi kemungkinan peperangan. Swedia, yang sebelumnya nonblok, kini mengakhiri ketidakberpihakan militer dan bergabung dengan aliansi NATO tahun lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina. Negara ini baru-baru ini menerbitkan buku kecil berjudul "Jika Krisis atau Perang Datang" yang diedarkan melalui Badan Kontingensi Sipil Swedia (MSB), berisi panduan tentang cara mempersiapkan diri menghadapi keadaan darurat seperti perang, bencana alam, atau serangan siber. "Situasi keamanan serius dan kita semua perlu memperkuat ketahanan kita untuk menghadapi berbagai krisis dan akhirnya perang," kata Direktur MSB, Mikael Frisell.
Finlandia, yang berbatasan sepanjang 1.340 kilometer (830 mil) dengan Rusia, meluncurkan situs web kesiapsiagaan baru. Negara ini juga akan menjadi tuan rumah latihan artileri aliansi NATO dari kemarin hingga 28 November. Ini merupakan latihan skala besar pertama sejak Finlandia bergabung dengan aliansi.
Dengan semakin intensifnya ketegangan dan tindakan dari berbagai negara, potensi eskalasi konflik di Eropa dan risiko Perang Dunia 3 terus menghantui masyarakat global. Para pemimpin dunia diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk meredakan situasi dan mendorong penyelesaian damai guna menghindari konflik lebih lanjut. (Red.A)
0 Comments