Jakarta, suarajatimonline - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) membawa dampak terhadap perekonomian global, termasuk bagi Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti beberapa implikasi dari perubahan kebijakan yang kemungkinan akan terjadi di bawah kepemimpinan Trump, yang didukung oleh Partai Republik.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa perubahan kebijakan akan mempengaruhi dinamika ekonomi global karena perbedaan pendekatan antara Trump dan pendahulunya, Joe Biden. "Itu juga nanti akan menimbulkan banyak sekali perubahan kebijakan karena Presiden Trump didukung oleh Partai Republik, sedangkan yang saat ini Presiden Biden adalah dari Demokrat," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024).
Menurutnya, ketegangan perdagangan antara AS dan China kemungkinan akan meningkat kembali. Kondisi ini, ditambah dengan konflik geopolitik yang masih berlangsung, dapat berdampak signifikan pada pasar global dan perekonomian Indonesia.
"Beberapa perubahan dalam kebijakan akan memicu reaksi dari pasar, seperti ekspektasi penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja, dan kenaikan tarif impor terhadap negara-negara yang berdagang dengan AS, khususnya China," jelas Sri Mulyani.
Selain itu, perbedaan kebijakan Trump mengenai isu perubahan iklim juga dapat berpengaruh pada sektor energi. Trump dinilai lebih berkomitmen terhadap penurunan emisi CO2, namun pendekatannya cenderung berbeda dari Biden yang lebih fokus pada energi terbarukan. Menurut Sri Mulyani, hal ini dapat mempengaruhi harga minyak dunia dan tren energi di masa depan.
Pengaruh pada Rupiah dan Pasar Valuta Asing
Kemenangan Trump juga membawa sentimen kuat terhadap nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah. Menurut Sri Mulyani, dolar AS menunjukkan penguatan signifikan usai hasil pemilu, yang berimbas pada tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Pada Oktober 2024, nilai tukar dolar AS mencapai Rp 15.200, kemudian melemah seiring penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
"Setelah terpilihnya Presiden Donald Trump, dolar indeks kembali menguat, menyebabkan nilai tukar rupiah kita kemarin cenderung tertekan," ungkap Sri Mulyani. Akibatnya, rupiah terkoreksi 2,68% namun, jika dibandingkan dengan mata uang negara-negara G7 dan G20, kinerja rupiah masih relatif baik.
"Indonesia masih relatif cukup baik dari sisi nilai tukar kita, dengan depresiasi 2,68%, dibandingkan Kanada 4,46%, Filipina 5,69%, dan Korea 6,79%," tambahnya.
Dengan berbagai sentimen yang ada, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan kebijakan AS dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. (Red.D)
0 Comments